Tuesday, 4 June 2013

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM KLASIK



BAB I

PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG MASALAH

            Sejarah pendidikan islam merupakan ilmu yang harus kita pahami lebih mendalam, selain mengetahui sejarah kita juga akan menemukan perbandingan pendidijan pada saat ini, juga sebagai gambaran kepada kita agar menemukan metode perubahan pendidikan yang dapat memajukan sistem pendidikan saat ini dengan tetap menjunjung tinggi Al-qur’an dan Hadis, dan tetap berpegang teguh pada ajaran Muhammad sebagai petunjuk ke arah yang lebih baik.
                                                                                                                                                                            
B. RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah yang dimaksud dengan lembaga pendidikan islam klasik?

2.      Apa-apa saja lembaga-lembaga pendidikan klsik itu?

3.      Bagaimanakah perkembangannya?



C. TUJUAN MASALAH

1.      Mampu menjelaskan pengertian lembaga pendidikan islam

2.      Dapat menerangkan apa-apa saja lembaga pendidikan klasik

3.      Mampu menjelaskan perkembangan lembaga pendidikan klasik itu







BAB II

PEMBAHASAN



A. Pengertian Lembaga Pandidikan Islam Klasik

Menurut kamus ilmiah populer”lembaga” diartikan badan atau yayasan yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan (kemasyarakatan). Lembaga secara bahasa diartikan menjadi 2 pengertian, yaitu pengertian fisik berarti bangunan dan pengertian non fisik berarti pranata.

Lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Menurut Ramayulis yang dikutip dari pendapat Abu Ahmad lembaga pendidikan Islam diartikan sebagai suatu wadah  atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.

Menurut Harun Nasution sejarah islam dibagi menjadi 3 periode yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Periode klasik berlangsung sejak awal kemajuan islam (650 – 1000 M) hingga masa disintegrasi (1000 – 1250) yaitu zaman Nabi Muhammad SAW. sampai runtuhnya Bani Abasiyah.

Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan lembaga Pendidikan Islam Klasik adalah suatu wadah / tempat berlangsungnya pendidikan Islam yang teratur dan terarah untuk menciptakan generasi  generasi yang selalu berpedoman kepada Al Qur’an dan Al Hadist sejak zaman Nabi Muhammad SAW. sampai runtuhnya Bani Abbasiyah.



B.Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Klasik

  

1.  Kuttab

         . Kuttab berasal dari kata dasar “kataba” yang artinya menulis. Sedangkan kuttab berarti tempat menulis, atau tempat dimana  dilangsungkan kegiatan untuk tulis menulis.[1] Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar. Menurut catatan sejarah, kuttab telah ada sejak pra islam.khususnya Mekkah.  Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara mereka mengajarkan Injil, filsafat, jadal (ilmu debat), dan topik-topik yang berkenaan dengan agama mereka.[2]

Kebanyakan para ahli pendidikan islam sepakat bahwa pendidikan islam tingkat dasar mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat pada pengajaran  Alqur’an dan pengetahuan agama dasar.

            Diantara penduduk Mekkah yang mula-mula belajar menulis huruf arab adalah[3]

1.      Sufyan Ibnu Umaiyyah Ibnu Abdu Syam

2.      Abu Qais Ibnu Abdi Manaf Ibnu Zuhroh Ibnu Kilat

Keduanya belajar di negeri Hirah



Ahmad  syalabi mengatakan bahwa, kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua [4]

1.      Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi arab dan sebagian besar guru nya adalah nonmuslim, kuttab jenis pertama ini, merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan kuttab berlangsung di rumah-rumah  para guru atau dipekarangan sekitar mesjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik adapun penggunaan al-qur’an  sebagai teks dalam kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum muslimin yang menguasai Al-qur’an telah banyak, dan terutama setelah kegiatan  kodifikasi pada masa kekhalifaan ustman bin affan.

2.      Sebagai pengajaran al-quran dan dasar-dasar agama islam, jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari kuttab tingkat pertama, setelah siswa memilii kemampuan baca tulis. Pada jenis ke dua ini siswa diajari pemahaman arab dan aritmetika, sementara kuttab yang didirikan oleh orang-orang yang lebih mapan kehidupannya, materi tambahan nya adalah menunggang kuda dan berenang







2. Pendidikan rendah di istanah

                   Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, khalifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainnya berusaha menyiapkan agar anak-anaknya sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka

                   Pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan anaknya dan tujuan yang di kehendakinya oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana disebut mu’adddib. Kata mu’addib, berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru pendidik anak di istana disebut mu’addib. Karena berfungsi mendidik budi pekerti dalam mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pebgetahuan orang-orang dahulu kepada anak-anak pejabat.



3. Masjid

             Kata masjid berasal dari bahasa arab “ sajada” artinya tempat sujud. Dalam pengertian lebih luas  masjid berarti tempat shalat dan bermunajat kepada Allah dan tempat berenung dan menatap masa depan. Dari perenungan terhadap penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan. Proses yang mengantar masjid sebagai pusat pengetahuan adalah karena di masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar ,hukum-hukun dan tujuan-tujuannya.

            Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Masjid yang pertama kali dibangun nabi  adalah Masjid At- Taqwa di Quba. Menurut al-baladzuri dan ibn hasyim, sebenarnya mesjid Quba didirikan oleh sahabat nabi yang dahulu hijrah ke madina,[5] kemudian setelah nabi memasuki kota madina, beliau mendidrikan mesjid al-mirbad. Diwaktu mendirikan mesjid al-mirbad beliau sendiri turut bekerja, guna memotivasi kaum muhajirin dan anshar dan menggiatkn mereka bekerja, agar mesjid itu segera selesai.

Pembanguna Masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, diantaranya:

a)      sebagai tempat beribadah,

b)      tempat kaum muslimin beri`tikaf, menempah batin sehingga selalu terpelihara

c)      pusat kegiatan dan informasiberbagai masalah kehidupan kaum muslimin,

d)     kegiatan sosial politik,

e)      tempat bermusyawarah,

f)       tempat mengadili perkara,

g)      tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat

h)      tempat menghimpun dana, menyimpan dan membagikannya.

i)        tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi-informasi lainnya dan

j)        masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan islam.[6]

            Kemudian pada masa khalifah bani umaiyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmu di mesjid.

            Pada masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan islam, mesjid-mesjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya diperlengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat pendidikan anak, tempat-tempat untuk pengajian dari ulama-ulama, tempat berdiskusi dan munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan juga dilengkapi dengan ruang perpustakaan dengan buku-buku berbagai macam ilmu pengetahuan yang cukup banyak.



4. Rumah

            Ketika wahyu diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, maka untuk menjelaskan dan mengajarkan kepada para sahabat, Nabi SAW mengambil rumah Al  – Arqam bin Abi Arqam sebagai tempatnya, disamping menyampaikan ceramah pada berbagai tempat . Pada masa awal Islam, proses pendidikan Islam dilaksanakan secara infornal, maksudnya proses pendidikan itu berlangsung di rumah-rumah. Dan di   rumah itulah Nabi Muhammad Saw menyampaikan dan menanamkan dasar-dasar  agama serta mengajarkan Al-qur’an kepada mereka. Hal ini berlangsung kurang lebih 3 tahun. Namun sistem pendidikan pada lembaga ini masih berbentuk halaqah belum memiliki kurikulum. Sedangkan sistem dan materi- materi pendidikan yang akan disampaikan diserahkan sepenuhnya kepada Nabi SAW.

              Dengan dijadikannya oleh Rasulullah rumah Al-Arqam bin Abi Arqam diterima Allah SWT, ini membuktikan bahwa rumah adalah lembaga pendidikan pertama dalam Islam. Selain itu, di antara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah[7]

v  Ibnu Sina

v  Al-Ghazali

v  Ali Ibnu Muhammad

v  Al-Fasihih

v  Yakub Ibnu Killis

v  Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimi

v  Abi Muhammad Ibn Hatim Al-Razi Al-Hafiz

v  Abi Sulaiman Al-Sajastani



Diadakannya rumah beberapa ilmuan ini sebagai lembaga pendidikan dilatarbelakangi kemungkinan pertimbangan sebagai berikut:[8]

Ø  Rumah ini dapat digunakan untuk membicarakan hal-hal yang bersifat khusus

Ø  Situasi dan kondisi guru yang mengajar agak terbatas, misalnya terlalu sibuk, lelah, agak tua, dan lain-lain.

Ø  Adanya anggapan, bahwa mendatangi guru untuk belajar lebih baik daripada guru yang mendatangi murid



Selanjutnya Ahmad Syalabi, mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan darurat



5. Shuffah

Pada masa Rasulullah SAW shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktifitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Rasulullah membangun ruangan di sebelah utara masjid Madinah dan masjid Al-Haram yang disebut “Al-Suffah” untuk tempat tinggal orang fakir miskin yang telah mempelajari ilmu. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al-qur’an secara benar dan hukum Islam di bawah bimbingan dari Nabi SAW. Pada masa itu , setidajnya telah ada 9 shuffah,[9] yang tersebar di kota Madina. Salah satu diantaranya berlokasi di samping mesjid Nabawi. Rasulullah mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada sekolah suffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu fonetik.



6. Majlis atau salon kesusasteraan

            Majlis yang dimaksud adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk mermbahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman Khulafa Ar-rasyid, yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. tempat pertemuan padamasa itu adalah mesjid. Setelah pada masa khalifah Bani Umaiyah tempat majlis tersebut dipindahkan ke istana. dan hanya dihadiri oleh orang orang tertentu saja. Bahkan pada masa khalifah Abbasiyah, majlis sastra ini sangat menjadi kebanggaan,[10] khalifah yang memang pada umumnya khalifah-khalifah Bani Abbas ini sangat menarik perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Saloon sastra yang berkembang di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.

Pada masa Harun Ar-Rasyid majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar bisa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif didalamnya. Di samping itu pada masa tersebut dunia islam memang diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan sedangkan Negara dalam keadaan aman. Pada masa beliau juga sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antara fuqaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.[11]



         Pada masa perkembangan pendidikan Islam mengalami zaman keemasan majelis berarti sesi dimana aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam. Majelis digunakan untuk kegiatan transfer keilmuan dari berbagai berbagai ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya.Ada 7 macam majelis, Yaitu :

1.      Majelis al-Hadits

Majelis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/ guru yang ahli dalam  bidang hadits. Ulama tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-murid.

2.      Majelis At-Tadris

Majelis ini biasanya menunjukkan kepada majelis selain dari pada hadits, seperti majelis fiqih. Majelis nahwu,atau majelis kalam.

3.      Majelis al-Munazharoh

Majelis ini dipergunakan sebagai sarana untuk membahas perbedaan mengenai suatu masalah oleh para ulama’.

4.      Majelis al Muzakaroh

Majelis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadis. 

Majelis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulangi pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru.

5.       Majelis al- Adab

           Majelis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan sejarah bagi orang orang terkenal.

      6 .   Majelis al Fatwa Dan al- Nazar

Majelis ini  merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut pula majelis al Nazar karena karakteristik Majelis ini adalah perdebatan diantara ulama fiqih/hukum islam.



7. Madrasah

Merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi madrasah berarti tempat belajar bagi siswaatau mahasiswa umat islam . karena nya istilah madrasah tidak hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga bisa dimknai rumah, istana, kuttab, surau, mesjid, perpustakaan, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.

            Dalam sejarah pendidikan islam, makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat islam selama pertumbuhan  dan perkembangannya. Sebab pemakaian istilah madrasah secara defenitip baru muncul pada abad ke 11. Penjelasan istilah madrasah  merupakan transformasi dari mesjid ke madrasah.

Ada beberapa teori yang berkembang seputar proses transformasi tersebut antara lain:[12]

1.      George makdis

Menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari mesjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui 3 tahap

Pertama tahap mesjid, kedua tahap mesjid-khan, ketiga tahap madrasah[13]



2.      Ahmad syalabi

Menjelaskan bahwa transformasi mesjid ke madrasah terjadi secara langsung. Karena disebabkan oleh konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan mesjid yang tidak hanya dalam kegiatan ibadah namu juga pendidikan, politik, dan sebagainya[14]

Menurut ahli sejarah berbeda berbeda pendapat tentang madrasah yang berdiri, walaupun ada beberapa pendapat yang cukup representatip. Ali al-jumbulati1994, misalnya mengungkapkan sebelum abad ke 10 dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrsahal-baihaqiyah di kota nisabur. Disebut sebagai albaihaqiyah karena ia didirikan oleh abu hasan al-baihaqiyah, pendapat ini diperkuat oleh hasan Ibrahim hasan 1967, pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian rhicard bulliet1972 yang merupakan bahwa 2 abad sebelum berdirinya madrasah nizamiyah telah berdiri madrasah di nisabur, yaitu madrasah miyan dahiyah yang mengajarkan fiqih maliki.

Madrasah sebagai salah satu institusi penddikan islam merupakn pondasi sekaligus prototipe dari kelanjutan sistem pndidikan islam, madrasah yang paling populer dikalangan ahli sejarah dan dikalangan masyarakat islam adalah m nizam madrsah nizam al mulk. Yang didirikan oleh nizam al muluk, seorang perdana menteri dinasti salajikah pada masa pemerintahan sultan maliksyah pada tahun ke 5h/11m yang diresmikan tahun 459h 1067 m.

Latar belakang berdirinya madrasah nizamiyah, karena perseteruan antara kelompok sunni, dinasty salju dengan kelompok syiah, dinasty fatimiyah di mesir.

Madrasah nizamiyah merupakan lembaga pendidikan sebelumnya. Selanjutnya madrasah nizamiyah merupakan lembaga pendidikan resmi dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, kurikulumnya, memilih gurunya, dan memberikan dana kepada madrasah. Dan juga merupakan lembaga pendidikan resmi yang menghasilkan pegawai dan karyawan-karyawan pemerintah.

Dalam perkembangan selanjtnya, madrasah nizamiyah dalam mencermati sekaligus mengaplikasikan sistem pendidikan islam dewasa ini antara lain:[15]

a.       Madrasah sebagai institusi pendidikan islam dijadikan sebagai sarana atau wadah dalam menghidupkan mazhab-mazhab, mazhab sunni dan paham assy’ariyah

b.      Madrasah sebagai institusi pendidikan islam dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu-imu islam antara lain: imu fiqih, Al-quran, dan tafsir, hadis, nahwu sharaf, Bahasa arab, dan kesusasteraan

c.       Madrasah sebagai institusi pendidikan islam dijadikan sebagai perpanjangan tangan untuk mempertahankan kekusaan dan pemgumulan pemikiran kekuasaan

d.      Bukti kesungguhan pemerintah terhadap institusi pendidikan islam, hal ini tercermin dalam kesediannya menyisihkan waktu nya untuk memantau secara langsung proses pendidikan dengan mengadakan kunjingan ke madrasah2 nizamiyah di berbagai kota serta ikut memberikan sumbangan pemikiran di depan para pelajar madrasah

e.       Madrasah Nizamiyah sebagai institusi pendidikan islam mengajarkan Al-quran, membaca, mengahapal, dan menulis (sebagai pusat kurikulum) sastra arab, sejarah nabi saw dan berhitung serta menitik beratkan pada mazhab Syafi’i

f.       Status para pengajar ditentukan pengangkatannya oleh pemerintah

g.      Tingginya perhatian pemerintah terhadap perlengkapan fisik dan non fisik beasiswa dan uang pensiun bag pengajar

h.      Pendidrian madrasah mendapat dukungan dari berbagai pihak pemerintah, ulama-ulama dan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa madrasah madrasah Nizamiyah merupakan kemauan dan keingnan bersama bukan sepihak

Guru-guru yang memberikan pelajaran di madrasah nizamiyah antara lain[16]

1.      Abu ishak al syirazi (W. 476 H = 1083 M)

2.      Abu nashr al-shabbagh (W.  477 H = 1084M)

3.      Abu qasim al- a’lawi (W. 482 H = 1089 M)

4.      Abu abdullah al-thabari (W. 495 H = 1101 M)

5.      Abu hamid al-ghazali(W. 505 H = 1111 M)

6.      Al-firuzabadi (W. 817 H = 1414 M)

Pada masa Dinasti Fathimiah madrasah dijadikan sebagai pusat penyebaran faham Syi’ah.[17] Namun dinasti Fathimiyah jatuh kemudian diganti oleh Dinasti Ayyubiah, yang menganut faham sunni, sultan Shalah al-din Al- Ayyubi mendirikan madrasah-madrasah dengan maksud menanamkan ide-ide nya dalam rangka mencari kerhidoan Allah Swt.

8. Perpustakaan

        Salah satu ciri penting pada masa Dinasti Abbasiyah adalah tumbuh dan berkembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan baik perpustakaan yang sifatnya umum didirikan oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus didirikan oleh para ulama atau para sarjana. BAIT AL HIKMAH adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Al-Ma’mun, merupakan salah satu contoh dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap, yang berisi ilmu agama dan bahasa arab. Di dalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa yunani, Persia, India, Qibti dan Aramy. [18]Perpustakaan dikatakan sebagai lembaga pendidikan karena sebagaimana diketahui, bahwa pada masa itu, buku-buku sangat mahal harganya, ditulis dengan tangan, sehingga hanya orang-orang kaya saja yang bisa memiliki secara pribadi. Oleh karena itu, bagi masyarakat umum pencinta ilmu, tentu memanfaatkan perpustakaan ini sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan, dan untuk selanjunya di kembangkan.





9. Al-Ribath

            Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengonsentrasikan diri untuk semata-mata beribadah.[19] Juga memberikan perhatian terhadap keilmuan yang dipimpin oleh syeikh yang terkenal dengan ilmu dan kesalehannya.

            Ribath biasanya dihuni oleh orang-orang miskin yang bersama-sama melakukan kegiatan sufidtik. Bangunan ini mereka jadikan tempat tinggal untuk beribadah dan mengajarkan pelajaran agama.



10. Al-Zawiyah

            Merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan oleh para sufi sebagai tempat halaqah berzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.



11. Toko-toko kitab

Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah , toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu pemgetahuan yang berkembang pada masa itu. mereka membeli dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapa yang berminat untuk mempelajarinya.

Saudagar-saudagar buku tersebut bukan lah orang-orang yang semata-mata mencari keuntungan dan laba, akan tetapi kebanyakan mereka adalah sastrawan-sastrawan cerdas, yang telah memilih usaha sebagai pedagang kitab tersebut, agar mereka mendapat kesempatan yang baik untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan para ulama dan pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan menyodorkan kepada mereka yang memerlukan dengan mrndapat imbalan.

Dengan demikian toko-toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempat berjual beli kitab saja, tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama, pujangga dan para ahli ilmu lainnya, untuk berdiskusi, berdebat tukar fikiran dalam berbagai masalah ilmiah.[20] Jadi sekaligus berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Pemilik buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemimpin studi tersebut. Ini semua menunjukkan bahwa betapa antusias umat Islam masa itu dalam menuntu ilmu.



12. Bimaristan dan Mustashfayat

Bimaristan dan Mustashfayat atau dikenal dengan lembaga rumah sakit, pertama kali dibangun oleh Abu Za’bal pada tahun 1825 M di Mesir. Dalam institusi ini, selain digunakan sebagai tempat penyembuhan orang sakit, juga di gunakan sebagai pusat pengajaran ilmu kesehatan. Institusi ini dikembangkan lagi pada masa pemerintahan Al-Walid Ibn Abd Malik pada tahun 1888 M dimana institusi ini telah memainkan peranannya yang sangat besar dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.



13. Dar al- ‘Ilm

Pada tahun  395H / 1005 M atas saran perdana mentrinya Ya’qub bin Killis. Khalifah mendirikan jamiyah akademi (lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan dunia lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar al ‘Ilm. Disinilah Berkumpul para ahli fiqih, astronom,, dokter,  ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian ilmiyah.[21]





















BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut kamus ilmiah populer”lembaga” diartikan badan atau yayasan yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan (kemasyarakatan). Lembaga secara bahasa diartikan menjadi 2 pengertian, yaitu pengertian fisik berarti bangunan dan pengertian non fisik berarti pranata.

Lembaga pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Menurut Ramayulis yang dikutip dari pendapat Abu Ahmad lembaga pendidikan Islam diartikan sebagai suatu wadah  atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.



B.Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Klasik

  

1.  Kuttab

2. Pendidikan rendah di istanah

3. Masjid        

4. Rumah

5. Shuffah

6. Majlis atau salon kesusasteraan

7. Madrasah

8. perputakaan

9. Al-Ribath

10. Al-Zawiyah

11. Toko-toko kitab

12. Bimaristan dan Mustashfayat

13. Dar al- ‘Ilm









DAFTAR PUSTAKA





Mukti. Pembaharuan Lembaga Pendidikan di Mesir. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis. 2008

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007

Putra, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009

Ramayulis. Sejarah PendidikanIislam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara. Jakarta: Kalam Mulia. 2011

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010








[1] . Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 89
[2].  Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 77
[3].  Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 89
[4] Samsul nizar, Sejarah Penddikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 7
[5].  Samsul nizar, Napaktilas Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 116
[6].  Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 99
[7].  Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 95
[8]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara,  hlm 81
[9]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara,  hlm 46
[10]. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 96
[11]. Ibid, hlm 76/77
[12].  Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 120
[13].  Ibid atau samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 120
[14]. Suwito dan fauzan sejarah social pendidikan islam hlm 214
[15]. Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas, Perubahan, Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara,  hlm 122
[16] Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara hlm 124
[17]  Mukti, Pembaharuan Lembaga pendidikan di Mesir, hlm 58
[18] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 98
[19]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 82
[20] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 94
[21] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 120

No comments:

Post a Comment