BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Sejarah pendidikan islam merupakan
ilmu yang harus kita pahami lebih mendalam, selain mengetahui sejarah kita juga
akan menemukan perbandingan pendidijan pada saat ini, juga sebagai gambaran
kepada kita agar menemukan metode perubahan pendidikan yang dapat memajukan
sistem pendidikan saat ini dengan tetap menjunjung tinggi Al-qur’an dan Hadis,
dan tetap berpegang teguh pada ajaran Muhammad sebagai petunjuk ke arah yang
lebih baik.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan lembaga pendidikan islam
klasik?
2.
Apa-apa saja lembaga-lembaga pendidikan klsik itu?
3.
Bagaimanakah perkembangannya?
C. TUJUAN
MASALAH
1.
Mampu menjelaskan pengertian lembaga pendidikan islam
2.
Dapat menerangkan apa-apa saja lembaga pendidikan klasik
3.
Mampu menjelaskan perkembangan lembaga pendidikan klasik
itu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Lembaga Pandidikan Islam Klasik
Menurut kamus ilmiah populer”lembaga”
diartikan badan atau yayasan yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan
(kemasyarakatan). Lembaga secara bahasa diartikan menjadi 2 pengertian, yaitu
pengertian fisik berarti bangunan dan pengertian non fisik berarti pranata.
Lembaga pendidikan secara umum dapat
diartikan sebagai usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas
terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Menurut Ramayulis yang dikutip
dari pendapat Abu Ahmad lembaga pendidikan Islam diartikan sebagai suatu
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan
dengan proses pembudayaan.
Menurut Harun Nasution sejarah islam
dibagi menjadi 3 periode yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Periode
klasik berlangsung sejak awal kemajuan islam (650 – 1000 M) hingga masa
disintegrasi (1000 – 1250) yaitu zaman Nabi Muhammad SAW. sampai runtuhnya Bani
Abasiyah.
Dari pengertian di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan lembaga Pendidikan Islam Klasik adalah
suatu wadah / tempat berlangsungnya pendidikan Islam yang teratur dan terarah
untuk menciptakan generasi generasi yang selalu berpedoman kepada Al
Qur’an dan Al Hadist sejak zaman Nabi Muhammad SAW. sampai runtuhnya Bani
Abbasiyah.
B.Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Klasik
1. Kuttab
. Kuttab
berasal dari kata dasar “kataba” yang artinya menulis. Sedangkan kuttab
berarti tempat menulis, atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan untuk
tulis menulis.[1]
Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar. Menurut
catatan sejarah, kuttab telah ada sejak pra islam.khususnya Mekkah. Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang
ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara mereka
mengajarkan Injil, filsafat, jadal (ilmu debat), dan topik-topik yang berkenaan
dengan agama mereka.[2]
Kebanyakan para
ahli pendidikan islam sepakat bahwa pendidikan islam tingkat dasar mengajarkan
membaca dan menulis, kemudian meningkat pada pengajaran Alqur’an dan
pengetahuan agama dasar.
Diantara
penduduk Mekkah yang mula-mula belajar menulis huruf arab adalah[3]
1.
Sufyan Ibnu Umaiyyah Ibnu Abdu
Syam
2.
Abu Qais Ibnu Abdi Manaf Ibnu
Zuhroh Ibnu Kilat
Keduanya
belajar di negeri Hirah
Ahmad syalabi mengatakan bahwa, kuttab sebagai
lembaga pendidikan terbagi dua [4]
1. Kuttab
berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi arab dan
sebagian besar guru nya adalah nonmuslim, kuttab jenis pertama ini, merupakan
lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya
pendidikan kuttab berlangsung di rumah-rumah
para guru atau dipekarangan sekitar mesjid. Materi yang diajarkan dalam
pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung
nilai-nilai tradisi yang baik adapun penggunaan al-qur’an sebagai teks dalam kuttab baru terjadi kemudian,
ketika jumlah kaum muslimin yang menguasai Al-qur’an telah banyak, dan terutama
setelah kegiatan kodifikasi pada masa
kekhalifaan ustman bin affan.
2. Sebagai
pengajaran al-quran dan dasar-dasar agama islam, jenis institusi kedua ini
merupakan lanjutan dari kuttab tingkat pertama, setelah siswa memilii kemampuan
baca tulis. Pada jenis ke dua ini siswa diajari pemahaman arab dan aritmetika,
sementara kuttab yang didirikan oleh orang-orang yang lebih mapan kehidupannya,
materi tambahan nya adalah menunggang kuda dan berenang
2. Pendidikan rendah di istanah
Timbulnya pendidikan rendah di
istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran bahwa
pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan
tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, khalifah
dan keluarganya serta para pembesar istana lainnya berusaha menyiapkan agar
anak-anaknya sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas
yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru-guru khusus
untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka
Pendidikan anak-anak di
istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab pada umumnya. Di istana
orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran
tersebut selaras dengan anaknya dan tujuan yang di kehendakinya oleh orang
tuanya. Guru yang mengajar di istana disebut mu’adddib. Kata mu’addib,
berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru
pendidik anak di istana disebut mu’addib. Karena berfungsi mendidik budi
pekerti dalam mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pebgetahuan orang-orang
dahulu kepada anak-anak pejabat.
3. Masjid
Kata masjid berasal dari bahasa arab “ sajada” artinya tempat sujud. Dalam
pengertian lebih luas masjid berarti tempat shalat dan bermunajat kepada
Allah dan tempat berenung dan menatap masa depan. Dari perenungan terhadap
penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Proses yang mengantar masjid sebagai pusat pengetahuan adalah karena di masjid
tempat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal
dasar-dasar ,hukum-hukun dan tujuan-tujuannya.
Ketika
Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang
beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Masjid yang pertama kali
dibangun nabi adalah Masjid At- Taqwa di Quba. Menurut al-baladzuri dan ibn hasyim, sebenarnya mesjid
Quba didirikan oleh sahabat nabi yang dahulu hijrah ke madina,[5] kemudian setelah nabi memasuki kota madina, beliau
mendidrikan mesjid al-mirbad. Diwaktu mendirikan
mesjid al-mirbad beliau sendiri turut bekerja, guna memotivasi kaum muhajirin
dan anshar dan menggiatkn mereka bekerja, agar mesjid itu segera selesai.
Pembanguna Masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan
kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi,
diantaranya:
a)
sebagai tempat beribadah,
b)
tempat kaum
muslimin beri`tikaf,
menempah batin sehingga selalu terpelihara
c)
pusat kegiatan dan
informasiberbagai masalah kehidupan kaum muslimin,
d)
kegiatan sosial politik,
e)
tempat bermusyawarah,
f)
tempat mengadili perkara,
g)
tempat pembinaan
dan pengembangan kader-kader pimpinan umat
h)
tempat menghimpun
dana, menyimpan dan membagikannya.
i)
tempat menyampaikan penerangan
agama dan informasi-informasi lainnya dan
j)
masjid dijadikan sebagai pusat
dan lembaga pendidikan islam.[6]
Kemudian
pada masa khalifah bani umaiyah berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama
mengajarkan ilmu di mesjid.
Pada
masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan islam, mesjid-mesjid yang
didirikan oleh para pengusaha pada umumnya diperlengkapi dengan berbagai macam
sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat pendidikan anak, tempat-tempat
untuk pengajian dari ulama-ulama, tempat berdiskusi dan munazarah dalam
berbagai ilmu pengetahuan, dan juga dilengkapi dengan ruang perpustakaan dengan
buku-buku berbagai macam ilmu pengetahuan yang cukup banyak.
4. Rumah
Ketika wahyu diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, maka untuk
menjelaskan dan mengajarkan kepada para sahabat, Nabi SAW mengambil rumah Al
– Arqam bin Abi Arqam sebagai tempatnya, disamping menyampaikan ceramah
pada berbagai tempat . Pada masa awal Islam, proses pendidikan Islam
dilaksanakan secara infornal, maksudnya proses pendidikan itu berlangsung di
rumah-rumah. Dan di rumah itulah Nabi Muhammad Saw menyampaikan dan
menanamkan dasar-dasar agama serta mengajarkan Al-qur’an kepada mereka.
Hal ini berlangsung kurang lebih 3 tahun. Namun sistem pendidikan pada lembaga
ini masih berbentuk halaqah belum memiliki kurikulum. Sedangkan sistem dan
materi- materi pendidikan yang akan disampaikan diserahkan sepenuhnya kepada
Nabi SAW.
Dengan dijadikannya oleh Rasulullah rumah Al-Arqam bin Abi Arqam diterima Allah
SWT, ini membuktikan bahwa rumah adalah lembaga pendidikan pertama dalam Islam.
Selain itu, di antara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah[7]
v Ibnu Sina
v Al-Ghazali
v Ali Ibnu Muhammad
v Al-Fasihih
v Yakub Ibnu Killis
v Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimi
v Abi Muhammad Ibn Hatim Al-Razi Al-Hafiz
v Abi Sulaiman Al-Sajastani
Diadakannya rumah beberapa ilmuan ini
sebagai lembaga pendidikan dilatarbelakangi kemungkinan pertimbangan sebagai
berikut:[8]
Ø Rumah ini dapat
digunakan untuk membicarakan hal-hal yang bersifat khusus
Ø Situasi dan
kondisi guru yang mengajar agak terbatas, misalnya terlalu sibuk, lelah, agak
tua, dan lain-lain.
Ø Adanya
anggapan, bahwa mendatangi guru untuk belajar lebih baik daripada guru yang
mendatangi murid
Selanjutnya Ahmad Syalabi, mengemukakan
bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah karena
terpaksa dalam keadaan darurat
5. Shuffah
Pada masa
Rasulullah SAW shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktifitas
pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan
mereka yang tergolong miskin. Rasulullah membangun ruangan di sebelah utara
masjid Madinah dan masjid Al-Haram yang disebut “Al-Suffah” untuk tempat
tinggal orang fakir miskin yang telah mempelajari ilmu. Disini para siswa
diajarkan membaca dan menghafal Al-qur’an secara benar dan hukum Islam di bawah
bimbingan dari Nabi SAW. Pada masa itu , setidajnya telah ada 9 shuffah,[9] yang
tersebar di kota Madina. Salah satu diantaranya berlokasi di samping mesjid
Nabawi. Rasulullah mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada sekolah
suffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, shuffah juga menawarkan
pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu
fonetik.
6. Majlis atau salon
kesusasteraan
Majlis
yang dimaksud adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk mermbahas
berbagai macam ilmu pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman Khulafa
Ar-rasyid, yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan
para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. tempat
pertemuan padamasa itu adalah mesjid. Setelah pada masa khalifah Bani Umaiyah
tempat majlis tersebut dipindahkan ke istana. dan hanya dihadiri oleh orang orang
tertentu saja. Bahkan pada masa khalifah Abbasiyah, majlis
sastra ini sangat menjadi kebanggaan,[10]
khalifah yang memang pada umumnya khalifah-khalifah Bani Abbas ini sangat
menarik perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Saloon sastra yang berkembang di
sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya,
menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu
pengetahuan.
Pada masa Harun Ar-Rasyid majelis
sastra ini mengalami kemajuan yang luar bisa, karena khalifah sendiri adalah
ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif didalamnya. Di
samping itu pada masa tersebut dunia islam memang diwarnai oleh perkembangan
ilmu pengetahuan sedangkan Negara dalam keadaan aman. Pada masa beliau juga sering
diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antara fuqaha dan juga
sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.[11]
Pada
masa perkembangan pendidikan Islam mengalami zaman keemasan majelis berarti
sesi dimana aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung seiring dengan
perkembangan pengetahuan dalam Islam. Majelis digunakan untuk kegiatan transfer
keilmuan dari berbagai berbagai ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya.Ada 7
macam majelis, Yaitu :
1.
Majelis
al-Hadits
Majelis ini biasanya diselenggarakan
oleh ulama/ guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk
majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-murid.
2.
Majelis
At-Tadris
Majelis ini biasanya menunjukkan kepada
majelis selain dari pada hadits, seperti majelis fiqih. Majelis nahwu,atau
majelis kalam.
3.
Majelis
al-Munazharoh
Majelis ini dipergunakan sebagai sarana
untuk membahas perbedaan mengenai suatu masalah oleh para ulama’.
4.
Majelis al
Muzakaroh
Majelis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadis.
Majelis ini diselenggarakan
sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulangi pelajaran
yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru.
5.
Majelis
al- Adab
Majelis
ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah dan
laporan sejarah bagi orang orang terkenal.
6 .
Majelis al Fatwa Dan al- Nazar
Majelis ini merupakan sarana pertemuan untuk
mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut
pula majelis al Nazar karena karakteristik Majelis ini adalah perdebatan
diantara ulama fiqih/hukum islam.
7. Madrasah
Merupakan
isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi madrasah berarti tempat belajar bagi
siswaatau mahasiswa umat islam . karena nya istilah madrasah tidak hanya diartikan
dalam arti sempit tetapi juga bisa dimknai rumah, istana, kuttab, surau,
mesjid, perpustakaan, dan lain-lain. Bahkan juga
seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
Dalam sejarah pendidikan islam, makna dari madrasah
tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat islam selama
pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab
pemakaian istilah madrasah secara defenitip baru muncul pada abad ke 11.
Penjelasan istilah madrasah merupakan
transformasi dari mesjid ke madrasah.
Ada beberapa teori yang
berkembang seputar proses transformasi tersebut antara lain:[12]
1. George
makdis
Menjelaskan
bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari mesjid ke
madrasah terjadi secara tidak langsung melalui 3 tahap
Pertama tahap mesjid,
kedua tahap mesjid-khan, ketiga tahap madrasah[13]
2. Ahmad
syalabi
Menjelaskan bahwa
transformasi mesjid ke madrasah terjadi secara langsung. Karena disebabkan oleh
konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan mesjid yang tidak hanya dalam
kegiatan ibadah namu juga pendidikan, politik, dan sebagainya[14]
Menurut ahli sejarah berbeda berbeda pendapat
tentang madrasah yang berdiri, walaupun ada beberapa pendapat yang cukup
representatip. Ali al-jumbulati1994, misalnya mengungkapkan sebelum abad ke 10
dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrsahal-baihaqiyah di
kota nisabur. Disebut sebagai albaihaqiyah karena ia didirikan oleh abu hasan
al-baihaqiyah, pendapat ini diperkuat oleh hasan Ibrahim hasan 1967, pendapat
ini diperkuat oleh hasil penelitian rhicard bulliet1972 yang merupakan bahwa 2
abad sebelum berdirinya madrasah nizamiyah telah berdiri madrasah di nisabur, yaitu madrasah miyan dahiyah yang mengajarkan fiqih
maliki.
Madrasah sebagai salah satu institusi penddikan islam
merupakn pondasi sekaligus prototipe dari kelanjutan sistem pndidikan islam,
madrasah yang paling populer dikalangan ahli sejarah dan dikalangan masyarakat
islam adalah m nizam madrsah nizam al mulk. Yang didirikan oleh nizam al muluk,
seorang perdana menteri dinasti salajikah pada masa pemerintahan sultan
maliksyah pada tahun ke 5h/11m yang diresmikan tahun 459h 1067 m.
Latar belakang berdirinya madrasah nizamiyah, karena
perseteruan antara kelompok sunni, dinasty salju dengan kelompok syiah, dinasty
fatimiyah di mesir.
Madrasah nizamiyah merupakan lembaga pendidikan
sebelumnya. Selanjutnya madrasah nizamiyah merupakan lembaga pendidikan resmi
dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, kurikulumnya,
memilih gurunya, dan memberikan dana kepada madrasah. Dan juga merupakan
lembaga pendidikan resmi yang menghasilkan pegawai dan karyawan-karyawan
pemerintah.
Dalam perkembangan selanjtnya, madrasah nizamiyah dalam
mencermati sekaligus mengaplikasikan sistem pendidikan islam dewasa ini antara
lain:[15]
a.
Madrasah sebagai
institusi pendidikan islam dijadikan sebagai sarana atau wadah dalam menghidupkan
mazhab-mazhab, mazhab sunni dan paham assy’ariyah
b.
Madrasah sebagai
institusi pendidikan islam dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan
ilmu-imu islam antara lain: imu fiqih, Al-quran, dan tafsir, hadis, nahwu
sharaf, Bahasa arab, dan kesusasteraan
c.
Madrasah sebagai
institusi pendidikan islam dijadikan sebagai perpanjangan tangan untuk
mempertahankan kekusaan dan pemgumulan pemikiran kekuasaan
d.
Bukti kesungguhan
pemerintah terhadap institusi pendidikan islam, hal ini tercermin dalam
kesediannya menyisihkan waktu nya untuk memantau secara langsung proses
pendidikan dengan mengadakan kunjingan ke madrasah2 nizamiyah di berbagai kota
serta ikut memberikan sumbangan pemikiran di depan para pelajar madrasah
e.
Madrasah Nizamiyah
sebagai institusi pendidikan islam mengajarkan Al-quran, membaca, mengahapal,
dan menulis (sebagai pusat kurikulum) sastra arab, sejarah nabi saw dan
berhitung serta menitik beratkan pada mazhab Syafi’i
f.
Status para
pengajar ditentukan pengangkatannya oleh pemerintah
g.
Tingginya perhatian
pemerintah terhadap perlengkapan fisik dan non fisik beasiswa dan uang pensiun
bag pengajar
h.
Pendidrian madrasah
mendapat dukungan dari berbagai pihak pemerintah, ulama-ulama dan masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa madrasah madrasah Nizamiyah merupakan kemauan dan
keingnan bersama bukan sepihak
Guru-guru yang memberikan pelajaran di madrasah nizamiyah
antara lain[16]
1.
Abu ishak al
syirazi (W. 476 H = 1083 M)
2.
Abu nashr
al-shabbagh (W. 477 H = 1084M)
3.
Abu qasim al-
a’lawi (W. 482 H = 1089 M)
4.
Abu abdullah al-thabari
(W. 495 H = 1101 M)
5.
Abu hamid
al-ghazali(W. 505 H = 1111 M)
6.
Al-firuzabadi (W.
817 H = 1414 M)
Pada masa Dinasti Fathimiah madrasah dijadikan sebagai
pusat penyebaran faham Syi’ah.[17]
Namun dinasti Fathimiyah jatuh kemudian diganti oleh Dinasti Ayyubiah, yang
menganut faham sunni, sultan Shalah al-din Al- Ayyubi mendirikan
madrasah-madrasah dengan maksud menanamkan ide-ide nya dalam rangka mencari
kerhidoan Allah Swt.
8. Perpustakaan
Salah satu
ciri penting pada masa Dinasti Abbasiyah adalah tumbuh dan berkembangnya dengan
pesat perpustakaan-perpustakaan baik perpustakaan yang sifatnya umum didirikan
oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus didirikan oleh para ulama
atau para sarjana. BAIT AL HIKMAH adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun
Ar-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Al-Ma’mun, merupakan salah satu contoh
dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap, yang berisi ilmu agama dan bahasa
arab. Di dalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa yunani, Persia, India,
Qibti dan Aramy. [18]Perpustakaan
dikatakan sebagai lembaga pendidikan karena sebagaimana diketahui, bahwa pada masa
itu, buku-buku sangat mahal harganya, ditulis dengan tangan, sehingga hanya
orang-orang kaya saja yang bisa memiliki secara pribadi. Oleh karena itu, bagi
masyarakat umum pencinta ilmu, tentu memanfaatkan perpustakaan ini sebagai
sarana memperoleh ilmu pengetahuan, dan untuk selanjunya di kembangkan.
9. Al-Ribath
Ribath
adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi dan mengonsentrasikan diri untuk semata-mata beribadah.[19]
Juga memberikan perhatian terhadap keilmuan yang dipimpin oleh syeikh yang
terkenal dengan ilmu dan kesalehannya.
Ribath
biasanya dihuni oleh orang-orang miskin yang bersama-sama melakukan kegiatan sufidtik.
Bangunan ini mereka jadikan tempat tinggal untuk beribadah dan mengajarkan
pelajaran agama.
10. Al-Zawiyah
Merupakan
tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas
dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta
digunakan oleh para sufi sebagai tempat halaqah berzikir dan tafakur untuk
mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.
11. Toko-toko kitab
Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah
, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan. Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai
tempat berjual beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu
pemgetahuan yang berkembang pada masa itu. mereka membeli dari para penulisnya
kemudian menjualnya kepada siapa yang berminat untuk mempelajarinya.
Saudagar-saudagar buku tersebut bukan
lah orang-orang yang semata-mata mencari keuntungan dan laba, akan tetapi
kebanyakan mereka adalah sastrawan-sastrawan cerdas, yang telah memilih usaha
sebagai pedagang kitab tersebut, agar mereka mendapat kesempatan yang baik
untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan para ulama dan
pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan
menyodorkan kepada mereka yang memerlukan dengan mrndapat imbalan.
Dengan demikian toko-toko kitab
tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempat berjual beli
kitab saja, tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama, pujangga dan
para ahli ilmu lainnya, untuk berdiskusi, berdebat tukar fikiran dalam berbagai
masalah ilmiah.[20]
Jadi sekaligus berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan dalam rangka
pengembangan macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Pemilik buku biasanya
berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemimpin studi
tersebut. Ini semua menunjukkan bahwa betapa antusias umat Islam masa itu dalam
menuntu ilmu.
12. Bimaristan dan Mustashfayat
Bimaristan dan Mustashfayat atau
dikenal dengan lembaga rumah sakit, pertama kali dibangun oleh Abu Za’bal pada
tahun 1825 M di Mesir. Dalam institusi ini, selain digunakan sebagai tempat
penyembuhan orang sakit, juga di gunakan sebagai pusat pengajaran ilmu
kesehatan. Institusi ini dikembangkan lagi pada masa pemerintahan Al-Walid Ibn
Abd Malik pada tahun 1888 M dimana institusi ini telah memainkan peranannya
yang sangat besar dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.
13. Dar al- ‘Ilm
Pada tahun 395H / 1005 M atas
saran perdana mentrinya Ya’qub bin Killis. Khalifah mendirikan jamiyah akademi
(lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan
dunia lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar al ‘Ilm. Disinilah Berkumpul
para ahli fiqih, astronom,, dokter, ahli nahwu dan bahasa untuk
mengadakan penelitian ilmiyah.[21]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut kamus ilmiah populer”lembaga”
diartikan badan atau yayasan yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan
pendidikan (kemasyarakatan). Lembaga secara bahasa diartikan menjadi 2
pengertian, yaitu pengertian fisik berarti bangunan dan pengertian non fisik
berarti pranata.
Lembaga pendidikan secara umum dapat
diartikan sebagai usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas
terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik. Menurut Ramayulis yang dikutip
dari pendapat Abu Ahmad lembaga pendidikan Islam diartikan sebagai suatu wadah
atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan dengan proses
pembudayaan.
B.Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Klasik
1. Kuttab
2. Pendidikan rendah di istanah
3. Masjid
4. Rumah
5. Shuffah
6. Majlis atau salon
kesusasteraan
7. Madrasah
8. perputakaan
9. Al-Ribath
10. Al-Zawiyah
11. Toko-toko kitab
12. Bimaristan dan Mustashfayat
13. Dar al- ‘Ilm
DAFTAR PUSTAKA
Mukti. Pembaharuan
Lembaga Pendidikan di Mesir. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis. 2008
Nizar, Samsul. Sejarah
Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007
Putra, Haidar. Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2009
Ramayulis. Sejarah
PendidikanIislam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan Metodologi
Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara. Jakarta: Kalam
Mulia. 2011
Zuhairini. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010
[1] . Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 89
[2]. Ramayulis,
Sejarah Pendidikan Islam, hlm 77
[3]. Zuhairini
dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 89
[4] Samsul nizar, Sejarah Penddikan Islam, Napaktilas
Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW
sampai Ulama Nusantara, hlm
7
[5]. Samsul nizar, Napaktilas Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam
dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 116
[6]. Zuhairini
dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 99
[7]. Zuhairini
dkk, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 95
[8]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm
81
[9]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
Napaktilas Perubahan Konsep,Fiflsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm
46
[10]. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam,
hlm 96
[11]. Ibid, hlm 76/77
[12]. Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan
Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 120
[13]. Ibid atau samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 120
[14]. Suwito dan fauzan sejarah
social pendidikan islam hlm 214
[15]. Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam,
Napaktilas, Perubahan, Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari
Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 122
[16] Samsul nizar, Sejarah Pendidikan Islam,
Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara hlm 124
[17] Mukti, Pembaharuan Lembaga pendidikan di
Mesir, hlm 58
[18] Zuhairini dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, hlm 98
[19]. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 82
[20] Zuhairini dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, hlm 94
[21] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era
Nabi SAW sampai Ulama Nusantara, hlm 120
No comments:
Post a Comment